MAKALAH
MANAJEMEN PENDIDIKAN KEJURUAN
“ Kewirausahaan
dalam Pendidikan“
Disusun untuk memenuhi matakuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan
yang dibimbing oleh Dr. H. Tri
Atmadji Sutikno, M.Pd
Oleh
:
1. Ramadhan Yorri I.P NIM. 140534605571
2. Siska Dwi A. NIM.
140534603377
3. Yoga NIM.
140534603029
4. yoga Bayu Anggara NIM.
140534603279
S1 PTE OFFERING
C 2014
PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Nopember 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
Manajemen Pendidikan Kejuruan.
Adapun isi dari makalah
ini adalah mengenai pembahasan kewirausahaan dalam pendidikan. Makalah ini
merupakan tugas pertama pada mata kuliah Manajemen Pendidikan Kejuruan dengan
bapak Tri Atmadji Sutikno
sebagai dosen pengampu.
Penulis juga tidak lupa
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen serta staf pengajar mata kuliah Manajemen
Pendidikan Kejuruan. Serta semua pihak yang membantu penulis dalam penyusunan
makalah.
Makalah ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran yang membangun
penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini. Sebagai manusia penulis
merasa memiliki banyak kesalahan. Penulis mohon maaf sebesar-besarnya untuk
kelancaran penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari
semua pihak yang membantu penulisan ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan seperlunya.
Malang,
Nopember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………...i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………….1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………2
1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kewirausahaan dalam Pendidikan………………………………..4
2.2. Tujuan Kewirausahaan dalam Pendidikan …………………………………...5
2.3. Karakteristik Seorang Wirausaha …………………………………………….6
2.1. Pengertian Kewirausahaan dalam Pendidikan………………………………..4
2.2. Tujuan Kewirausahaan dalam Pendidikan …………………………………...5
2.3. Karakteristik Seorang Wirausaha …………………………………………….6
2.4. Strategi kewirausahaan
bagi sekolah ………………………………………...8
2.5. Landasan pendidikan
kejuruan ……………………………………………...11
2.6. Tujuan pendidikan
kejuruan dan implikasi pendidikan kewirausahaan
……14
2.7. Peran pendidikan
kejuruan dalam menyiapkan lulusan berjiwa wirausaha ...18
2.8. Cara pemberdayaan
masyarakat dan DUDI akibat dari pendidikan
kejuruan ……………………………………….…………………………….22
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ...……………………………………………………………….25
3.2. Saran ………………………………………………………………………...26
3.1. Kesimpulan ...……………………………………………………………….25
3.2. Saran ………………………………………………………………………...26
DAFTAR RUJUKAN …………………………………………………………..27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendididikan
kejuruan adalah suatu pendidikan dan pelatihan untuk kepentingan jabatan di
lapangan kerja yang spesifik seperti bidang industri, pertanian atau
perdagangan. Pendidikan kejuruan merupakan program pendidikan yang
mempersiapkan orang-orang untuk memasuki dunia kerja, baik yang bersifat formal
maupun nonformal. Pendidkan kejuruan di Indonesia dirancang untuk mengembangkan
nilai-nilai demokratis. Implikasinya, peserta didik diberi kebebasan untuk
berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dan diberikan peluang untuk
mengembangkan nilai-nilai demokratis pada dirinya. Lulusan sekolah kejuruan
dipersiapkan untuk memberi kesempatan berkembangnya kompetensi yang relevan
dengan perkembangan permintaan pasar kerja, serta, memberi ruang gerak pada
diri peserta didik untuk mengembangkan dan melakukan berbagai aktivitas yang
dapat memberi kontribusi terhadap kecakapan hidup di lingkungan masyarakatnya.
Program kewirausahaan
di SMK pada dasarnya merupakan salah satu program pembelajaran
yang bertujuan untuk penanaman nilai kewirausahaan melalui
pem-biasaan, penanaman sikap, dan pemeliharaan perilaku wirausaha. Kewirausa-haan
pada hakikatnya adalah sifat,ciri, dan watak seseorang yang memiliki
kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata
secara kreatif. Inti
dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda (kreatif dan inovatif).
Kreativitas adalah berpikir sesuatu yang baru, inovasi
adalah bertindak melakukan sesuatu yang baru. Secara efistimologis
kewirausahaan (entrepreneurship)
pada hakikatnya merupakan suatu kemampuan dalam
berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang
dijadikan dasar,sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat,
dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup (Suryana, 2003).
Namun demikian, selama
ini program kewirausahaan yang diajarkan di SMK belum mampu
menghasilkan siswa yang memiliki sikap, watak, perilaku kewirausahaan serta
kecakapan hidup, sehingga banyak lulusan SMK yang masih belum
bekerja karena tidak mampu memenuhi kompetensi yang dibutuhkan
dunia industri serta ketidakmampuan untuk membuka lapangan
kerja sendiri. Seringkali pihak dunia industri
mendapati anak-anak yang memasuki lapangan pekerja tidak
mempunyai bekal yang
memadai untuk kualifikasi pekerja yang diharapkannya.
Setiap anak yang diterima, baik dari sekolah kejuruan
ataupun sekolah umum, yang diterima dalam perekrutan tenaga kerja ternyata
tidak mempunyai kualifikasi yang diharapkan. Oleh karena itulah, maka anak didik harus
benar-benar dipersiapkan agar mampu melakukan beberapa kegiatan
yang menjadikannya mempunyai kemampuan untuk bekerja
dan berwirausaha.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah
yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini yaitu :
1.
Apa pengertian
kewirausahaan dalam pendidikan?
2.
Apa tujuan
kewirausahaan dalam pendidikan?
3.
Apa saja karakteristik seorang
wirausaha?
4.
Apa saja strategi kewirausahaan
bagi sekolah?
5.
Apakah yang damaksud
dengan landasan pendidikan kejuruan?
6.
Apa saja tujuan
pendidikan kejuruan dan implikasi pendidikan kewirausahaan?
7.
Bagaimanakah peran
pendidikan kejuruan dalam menyiapkan lulusan berjiwa wirausaha?
8.
Bagaimanakah cara pemberdayaan
masyarakat dan DUDI akibat dari pendidikan kejuruan?
1.3 Tujuan
Sesuai
dengan pokok permasalahn di atas, tujuan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian
kewirausahaan dalam pendidikan.
2. Tujuan
kewirausahaan dalam pendidikan.
3. Karakteristik
seorang wirausaha.
4. Strategi
kewirausahaan bagi sekolah.
5. Landasan
pendidikan kejuruan.
6. Tujuan
pendidikan kejuruan dan implikasi pendidikan kewirausahaan.
7. Peran
pendidikan kejuruan dalam menyiapkan lulusan berjiwa wirausaha.
8. Cara
pemberdayaan masyarakat dan DUDI akibat dari pendidikan kejuruan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kewirausahaan dalam Pendidikan
Istilah kewirausahaan sering digunakan
silih berganti dengan istilah kewiraswastaan. Dari dua istilah itu dapat
diapresiasi bahwa makna wira berarti berani atau berjiwa kepahlawanan, swa
artinya sendiri, usaha artinya cara-cara yang dilakukan dan sta asrtinya
berdiri. Jadi, seorang kepala sekolah yang berjiwa kewirausahaan adalah mereka
yang memiliki keberanian, berjiwa kepahlawanan dan mengembangkan cara-cara kerja
yang mandiri.
Menurut Lupiyodi dan Wacik (1998) yang dikutip dalam buku “Manajemen Pendidikan Kejuruan” karangan Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (2008) menyatakan bahwa memang realitasnya wiraswasta itu sama dengan wirausaha yakni berusaha keras menunjukkan sifat-sifat keberanian, keutamaan dan keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri. Meskipun demikian, wirausaha dan wiraswasta dapat dibedakan, yaitu wirausaha memiliki visi pengembangan usaha, kreativitas dan daya inovasi, sedangkan wirasasta tidak memilikinya.
Istilah kewiraswastaan atau kewirausahaan itu sesungguhnya bermuara pada pengertian pada istilah asing yakni entrepreneurship. Raymond (1995) yang dikutip oleh Lupiyodi dan Wacik (1998) dan dikutip lagi dalam buku “Manajemen Pendidikan Kejuruan” karangan Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (2008) menyatakan bahwa entrepreneurship merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru atau inovasi guna memperoleh kesejahteraan atau kekayaan individu dan mendapatkan nilai tambah bagi masyarakat. Kesejahteraan atau nilai tambah bagi masyarakat sebagai tujuan dari kewirausahaan itu, dilakukan melalui pengungkapan gagasan baru, penggalian sumber daya, dan merealisasikan gagasan itu menjadi suatu kenyataan yang menguntungkan.
Menurut Lupiyodi dan Wacik (1998) yang dikutip dalam buku “Manajemen Pendidikan Kejuruan” karangan Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (2008) menyatakan bahwa memang realitasnya wiraswasta itu sama dengan wirausaha yakni berusaha keras menunjukkan sifat-sifat keberanian, keutamaan dan keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri. Meskipun demikian, wirausaha dan wiraswasta dapat dibedakan, yaitu wirausaha memiliki visi pengembangan usaha, kreativitas dan daya inovasi, sedangkan wirasasta tidak memilikinya.
Istilah kewiraswastaan atau kewirausahaan itu sesungguhnya bermuara pada pengertian pada istilah asing yakni entrepreneurship. Raymond (1995) yang dikutip oleh Lupiyodi dan Wacik (1998) dan dikutip lagi dalam buku “Manajemen Pendidikan Kejuruan” karangan Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (2008) menyatakan bahwa entrepreneurship merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru atau inovasi guna memperoleh kesejahteraan atau kekayaan individu dan mendapatkan nilai tambah bagi masyarakat. Kesejahteraan atau nilai tambah bagi masyarakat sebagai tujuan dari kewirausahaan itu, dilakukan melalui pengungkapan gagasan baru, penggalian sumber daya, dan merealisasikan gagasan itu menjadi suatu kenyataan yang menguntungkan.
Sedangkan menurut Prof.Dr.Umar
Tirtarahardja (2005) dalam bukunya “Pengantar Pendidikan”
mendefinisikan pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan
dating, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada
pencapaian tujuan pebangunan nasional Indonesia. Pendidikan dikelompokkan
sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuanya dan progam yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum,pendidikan keturunan dan
pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis,
kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga
kependidikan.
Kewirausahaan dalam
pendidikan merupakan kerja keras yang terus-menerus yang dilakukan pihak
sekolah terutama kepala sekolah dalam menjadikan sekolahnya lebih bermutu.
Konsep kewirausahaan ini meliputi usaha membaca dengan cermat peluang-peluang,
melihat setiap unsur institusi sekolah adanya sesuatu yang baru atau inovatif,
menggali sumber daya secara realistic dan dapat dimanfaatkan, mengendalikan
resiko, mewujudkan kesejahteraan (benefits) dan mendatangkan keuntungan
financial (profits). Benefits dan profits ini terutama dilihat untuk
kepentingan peserta didik, guru-guru, kepala sekolah.
2.2
Tujuan Kewirausahaan dalam Pendidikan
Pada
hakikatnya pendidikan itu bukan hanya sekedar merupakan pewarisan budaya dan
hasil peradaban manusia. lebih dari pada itu, pendidikan adalah daya upaya
untuk menolong manusia memperoleh kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup
pribadi dapat dicapai apabila manusia mengalami perkembangan pribadi secara
maksimal. Pendidikan dilangsungkan untuk membantu perkembangan seluruh aspek
kepribadian menusia sehingga dengan demikian manusia itu dapat mengusahakan
kehidupannya sendiri yang sejahtera.
Drs.
Wasty Soemanto, M.Pd. (1984:28) dalam bukunya “Pendidikan Wiraswasta” mengungkapkan tujuan pendidikan adalah
mewujudkan pribadi-pribadi yang mampu menolong diri sendiri maupn orang lain,
sehingga dengan demikian terwujudlah kehidupan manusia yang sejahtera. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan berusaha memberikan pertolongan agar
manusia mengalami perkembangan pribadi. Untuk itu pendidikan memberikan
latihan-latihan terhadap karakter, kognisi, serta jasmani manusia.
Manusia
sendiri pada hakikatnya merupakan pribadi yang berkembang mengikuti hukum serta
kekuatan kodrati yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada pribadi itu.
Perkembangan pribadi manusia dapat terhambat ataupun tertunjang oleh stimuli
lingkungannya. Fungsi pendidikan menurut Drs. Wasty Soemanto, M.Pd. (1984:28)
adalah meberikan kondisi yang menunjang perkembangan segala aspek kepribadian
manusia. pendidikan hanyalah sebagai pertolongan agar degan potensi dan
kapasitas pribadi yang ada, manusia akhirnya dapat hidup secara mandiri,
bertanggungjawab atas kesejahteraan orang lain.
Ditinjau
dari tujuan serta fungsi pendidikan tersebutdi atas, maka kita dapat menimba
akan arti pentingnya wiraswasta. Pendidikan telah menjadi kebtuhan penting, dan
disamping itu juga menjadi tanggung jawab manusia. Agar manusia dapat
mewujudkan kehidupan sejahtera, maka mereka (baik yang memberikan pendidikan
maupun yang memperoleh pendidikan) hendaknya memiliki pandanan serta pemahaman
tentang kewirausahaan demi terciptanya tujuan akhir pendidikan. Dengan
perkataan lain, pewujudan manusia wiraswasta menunjang pencapaian tujuan
pendidikan.
2.3
Karakteristik Seorang Wirausaha
Kunci
keberhasilan dalam berwirausaha adalah dengan memahami diri sendiri. Untuk
memulai suatu usaha, hal penting yang harus dipahami adalah apakah yang
bersangkutan memiliki jiwa berwirausaha atau tidak. Seorang wirausaha harus
memiliki sifat seperti berikut : a) percaya diri, b) berorientasi tugas dan
hasil, c) pengambil resiko, d) kepepimpinan, e) keorisinalan, f) berorientasi
ke masa depan.
Persoalan
maju dan tidaknya kehidupan manusia, tergantung pada manusianya sendiri.
Ia berusaha memperlengkapi diri dengan
jiwa besar ataukah dengan jiwa kerdilnya. Sebagai orang tua atau generasi tua. Berikut
dikemukakan ciri-ciri manusia wiraswasta menurut
Drs. Wasty Soemanto, M.Pd. (1984) adalah sebagai berikut :
1.
Memiliki moral yang tinggi
2.
Memiliki sikap mental wirauswasta
3.
Memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan
4.
Memiliki keterampilan wiraswasta
Untuk memahami lebih jauh tentang
ciri-ciri manusia wiraswasta, di bawah akan dipaparkan
tentang ciri-ciri manusia wiraswasta, dengan merujuk kepada pemikiran menurut
Drs. Wasty Soemanto, M.Pd., meliputi :
1. Memiliki
moral yang tinggi
Manusia yang bermoral
tinggi setidaknya memiliki atau menjalankan enam sifat utama yaitu : 1) Ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, 2) Kemerdekaan
batin, 3) Keutamaan, 4) Kasih sayang terhadap sesama manusia, 5) Loyalitas
hukum, 6) keadilan. Dari sifat-sifat tersebut diketahui bahwa sifat-sifat satu
sampai ketiga berhubunga dengan diri sendiri (pribadi), sedangkan sifat-sifat
nomor empat sampai nomor enam adalah menyangkut kepentingan orang lain. Manusia
yang memiliki keenam sifat tersebut adalah manusia yang bermoral tinggi.
2.
Memiliki sikap
mental wiraswasta
Manusia
yang bermental wirausaha mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuan dan
kebutuhan hidupnya. Kemauan keras adalah kuni keberhasilan dan disamping
kemauan keras, manusia yang bersika mental wirausaha memiliki keyakinan yang
kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Manusia yang bersikap wirausaha
jugaharus memiliki sifat kejujuran dan sifat tanggung jawab. Salah satu kunci
keberhasilan seorang dalam wirausaha dan berwiraswasta adalah adanya
kepercayaan dari oarang lain terhadap dirinya. Agar seseorang memperoleh
simpati dan kepercyaan orang lain dalam berusaha, maka ia harus memiliki sifat
kejujuran dan sifat tanggungjawab.
3. Kepekaan jiwa wiraswasta terhadap arti lingkungan
Manusia wiraswasta setidak-tidaknya
harus memiliki empat hal agar dirinya peka atau sensitif terhadap arti
lingkungan bagi kehidupannya
a.
Pengenalan
terhadap arti lingkungan
b.
Rasa
syukur atas segala yang diperoleh dan dimiliki.
c.
Keinginan
yang besar untuk menggali dan mendayagunakan sumber-sumber ekonomi lingkungan
setempat.
d.
Kepandaian
untuk menghargai dan memanfaatkan waktu secara efektif.
Dengan
memiliki keempat hal tersebut maka diharapkan manusia wiswasta memiliki
kepekaan terhadap arti ingkuangan bagi usaha memajukan kehidupannya, karena
kemajuan dan prestasi belajar dan bekerjanya manusia memerlukan berbagai sumber.
Dan sumber-sumber itu terdapat dalam lingkunganya.
4. Ketrampilan
wiraswasta
Untuk menjadi manusia wiraswasta
diperlukan beberapa ketrampilan yang antara lain yaitu : a) ketrampilan
berfikir kreatif, b) ketrampilan dalam pembuatan keputusan, c) ketrampilan
dalam pembuatan keputusan, d) ketrampilan manajerial, e) ketrampilan dalam
bergaul antar manusia (“human relatioans”). Dengan memiliki
ketrampilan-ketrampilan tersebut manusia wiraswasta diaharapkan dapat menjalankan uashanya dengan lancar.
2.4
Strategi kewirausahaan bagi sekolah
Strategi
kewirausahaan merupakan langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh kepala
sekolah dalam menjadikan sekolahnya sebagai organisasi yang bersifat
kewirausahaan (entrepreneurial organization). Lupriyono dan Wacik (1998) yang
dikutip dalam buku “Manajemen
Pendidikan Kejuruan” karangan Tim Dosen
Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
(2008) menyatakan bahwa strategi kewirausahaan mencangkup pengembangan visi,
dorongan inovasi, dan penstrukturan iklim kewirausahaan.
a.
Pengembangan
Visi/Misi
Langkah
awal dalam mewirausahakan lembaga pendidikan adalah merumuskan visi/misi. Visi
atau misi merupakan gambaran cita-cita atau kehendak sekolah yang ingin
diwujudkan dalam masa yang akan datang. Visi sekolah harus dirumuskan dengan
jelas, singkat dan mengandung dukungan nyata untuk mewujudkan perubahan atau
inovasi yang bersifat entrepreneurial.
Visi
yang telah dirumuskan, selanjutnya disosialisasikan atau disebarluaskan kepada
semua pihak yang berkepentingan dengan pendidikan di sekolah dasar. Maksudnya,
agar visi tersebut dapat dimengerti dan dipahami secara mendalam sehingga
memperoleh dukungan. Visi yang telah dirumuskan melahirkan misi dan
program-program yang harus diemban dalam praktik kewirausahaan.
b.
Dorongan
Inovasi
Berkaitan
dengan semangat mewirausahakan sekolah, strategi ini berarti menumbuh-suburkan
dan mengembangkan gagasan-gagasanorisinil dan inovatif. Karena itu, setiap
kepala sekolah dalam mewirausahakan sekolahnya dituntut memiliki agenda
inovasi. Agenda inovasi ini menjadi alat spesifik dan utama dalam strategi
mewirausahakan suatu sekolah.
Agenda
inovasai yang dimiliki itu sewajarnya merujuk pada perangkat mutu atau criteria
mutu yang merefleksikan kebutuhan dan harapan-harapan tentang pendidikan di
sekolah dari semua pihak yang berkepentingan. Sebagai alternative, terdapat dua
unsure pokok yang dapat dipertimbangkan untuk agenda inovasi tersebut. Pertama
unsure internal institusi sekolah dan kedua unsure eksternal sekolah itu.
Unsur-unsur internal institusi
sekolah yang dapat dikaji, meliputi :
1. Pembelajaran yang dialami peserta didik
2. Pengembangan kurikulum/program pendidikan
3. Kompetensi professional guru dan pengembangan system pengajaran
4. Pra-sarana dan pengembangan sarana/fasilitas pendidikan
5. Pembiayaan pendidikan
6. Pengembangan budaya sekolah
7. Perilaku manajemen itu sendiri
1. Pembelajaran yang dialami peserta didik
2. Pengembangan kurikulum/program pendidikan
3. Kompetensi professional guru dan pengembangan system pengajaran
4. Pra-sarana dan pengembangan sarana/fasilitas pendidikan
5. Pembiayaan pendidikan
6. Pengembangan budaya sekolah
7. Perilaku manajemen itu sendiri
Unsur-unsur eksternal dari
institusi sekolah itu yang dapat dikaji meliputi
1) Perhatian dan paisipasi orang tua / masyarakat, dan
2) Kondisi alam dan lingkungan sosial budaya masyarakat.
1) Perhatian dan paisipasi orang tua / masyarakat, dan
2) Kondisi alam dan lingkungan sosial budaya masyarakat.
3) Agenda inovasi sebagai contoh-contoh
program yang mengungkapkan kewirausahaan dari kedua unsure sekolah.
c.
Penstruktur
Iklim Intrapreuneurial
Langkah
Strategis ini merupakan proses pembentukan unsure-unsur dan suasana yang
mendukung atas terselenggaranya agenda inovasi. Dalam hal ini, komitmen
manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah serta profesionalisme staf/guru-guru
itu amat dibutuhkan. Tekanan penstrukturan iklim kewirausahaan berada pada
penyempurnaan usaha-usaha untuk implementasi proyek-proyek inovasi. Artinya
strategi ini menekankan pada proses internal organisasi, yakni usaha-usaha yang
dilakukan pihak sekolah dalam memantapkan system manajemannya.
Hal ini tidak bisa lepas dari tuntutan perubahan mewirausahakan pola manajemen itu sendiri. Kemampuan menjabarkan kebijakan pendidikan yang berlaku di daerahnya, kepemimpinan transfomasional dan visioner, kemampuan mengelola perubahan dan kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan mengembangkan jaringan kerja yang menguntungkan, merupakan sejumlah tuntutan yang patut dipenuhi para kepa sekolah dalam mengembangkan strategi yang dimaksudkan.
Hal ini tidak bisa lepas dari tuntutan perubahan mewirausahakan pola manajemen itu sendiri. Kemampuan menjabarkan kebijakan pendidikan yang berlaku di daerahnya, kepemimpinan transfomasional dan visioner, kemampuan mengelola perubahan dan kemampuan mengambil keputusan, serta kemampuan mengembangkan jaringan kerja yang menguntungkan, merupakan sejumlah tuntutan yang patut dipenuhi para kepa sekolah dalam mengembangkan strategi yang dimaksudkan.
Strategi
ini didefinisikan sebagai corporate venturing yaitu sebuah proses internal
organisasi yang pokok untuk mengembangkan produk, proses dan teknologi.
Ketiganya diinstitusionalisasikan untuk kemakmuran jangka panjang. Menyangkut
pengembangan produk, proses organisasional atau pengelolaan sekolah itu
haruslah berorientasi pada perolehan hasil (kinerja) yang bermutu dan
berorientasi pada kepuasan customer sebagai pihak yang terlayani. Menyangkut
pengembangan proses, berarti pengelolaan sekolah itu sendiri harus berlangsung
dalam penciptaan suasana-suasana yang menggairahkan, dinamis dan menyenangkan.
Sedangkan menyangkut teknologi, berarti proses pengelolaan sekolah itu
menawarkan usaha-usaha yang lebih praktis, efsien dengan penggunaan sarana dan
peralatan (teknologi) yang makin canggih.
Dengan pengelolaan sekolah yang berorientasi pada produk, proses dan teknologi seperti pada penjelasan di atas, maka penstrukturan iklim kewirausahaan itu secara bertahap akan terbentuk. Dengan demikian maksud utama pengembangan strategi manajemen sekolah yang mengandung muatan entrepreneurial adalah citra sekolah yang terkesan maju dan bermutu, serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan finansial yang mencukupi.
Dengan pengelolaan sekolah yang berorientasi pada produk, proses dan teknologi seperti pada penjelasan di atas, maka penstrukturan iklim kewirausahaan itu secara bertahap akan terbentuk. Dengan demikian maksud utama pengembangan strategi manajemen sekolah yang mengandung muatan entrepreneurial adalah citra sekolah yang terkesan maju dan bermutu, serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan finansial yang mencukupi.
2.5
Landasan pendidikan kejuruan
Sejak lama terdapat jurang pemisah antara
lembaga pendidikan kejuruan dan lembaga pendidikan umum. Lulusan sekolah-sekolah
kejuruan sangat sulit bahkan sangat dibatasi kesempatannya untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi. Di sisi lain, upaya untuk mendapatkan lapangan kerja sesuai
dengan bidangnya itu nyatanya sangat terbatas. Lembaga pendidikan umun
dimaksudkan agar lulusannhya siap untuk melanjutkan ke perguruan tinggi,
sedangkan kesempatan belajar diperguruan tinggi sangat terbatas. Di sisi lain,
kesempatan kerja bagi lulusan sekolah ini tetap terbatas, lagi pula mereka
belum punya keterampilan kerja sebagaimana
yang diperlukan lapangan kerja tersebut.
Jurang demikian itu, dapat menumbuhkan
gejala social yang tidak diharapkan dan menumbuhkan konflik dalam masyarakat,
yang dapat memberikan dampak yang tidak sehat bagi pertumbuhan masyarakat masa
datang. Salah satu system yang dapat ditempuh adalah menyediakan wahana
pendidikan yang lebih, yang berfungsi menyediakan kesempatan pendidikan bagi
para pemuda, yang sekaligus menjembatani antara sekolah kejuruan dan sekolah
umum (Hamalik, 1990:22).
1. KONSEP PENDIDIKAN KEJURUAN
Suatu definisi yang dikemukakan oleh ‘House
Committee on Education and Labour’ dalam buku “Pendidikan Tenaga Kerja” karangan oleh Oemar Hamalik (1990),
menyatakan sebagai berikut:
“Pendidikan
Kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikkan dasar keterampilan
dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagia
latihan keterampilan.
Program
kejuruan merupakan program pengembangan, bukan program terminal, mempersiapkan
siswa kepada pilihan maksimal untuk melanjutkan studi atau mendapat pekerjaan”.
Berdasarkan
rumusan tersebut, pendidikan kejuruan mengemban tiga fungsi pokok, yakni:
a.
Fungsi pengemban bakat, yang berarti memberikan
pelayanan secara luas bagi para peminat yang ingin mengembangkan bakatdan
minatnya yang terkait dengan bidang lapanagan kerja tertentu.
b.
Fungsi pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan
yang mengarah pada dunia kerja, yang berarti berusaha memberikan
keterampilan-keterampilan dasar serta kebiasaan-kebiasaan yang diperlukan, yang
terarah pada dunia kerja yang ada di masyarakat.
c.
Fungsi kepelatihan, yakni memberikan latihan
keterampilan, baik bagi yang telah mulai berkembang bakatnya sesuai dengan
pilihan berdasarkan minatnya masing-masing maupun bagi yang telah memperoleh
pendidikan dasar keterampilan tertentu.
2. KRITERIA PENDIDIKAN KEJURUAN YANG EFEKTIF
1).
Pendidikan kejuruan harus mengembangkan standar input, yang terdiri dari:
a.
Siswa : harus mempunyai sikap,
bakat dan kemampuan serta motivasi untuk berhasil dalam program.
b.
Guru : harus mendapatkan
latihan yang cukup, pengalaman dan pengetahuan teknologi serta cara mengajarkan
keterampilan.
c.
Alat : harus sesuai dengan
peralatan yang tersedia dilapangan kerja.
d.
Materi pelajaran : harus lengkap dan
memadai, misalnya buku sumber, manual operasi, dan sebagainya.
2).
Pendidikan kejuruan hendaknya mengembangkan standar output, yang terdiri dari:
a. Pengetahuan dan keterampilan lulusan
b. Penampilan (performance) dalam bidangnya
c. Kemampuan menyebarluaskannya pada masyarakat
3). Program pendidikan kejuruan hendaknya realistic
dan berkaitan dengan pasaran kerja (teknik, industry, ekonomi, manajemen, dan
sebagainya).
3. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Usaha
pengembangan dilakukan oleh pemerintah melalui prosesur yang jelas dengan
dukungan biaya yang memadai. Langkah-langkah pengembangan tersebut antara lain:
1)
Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan dan
bimbingan yang mengarah kepada perubahan-perubahan yang diharapkan.
2)
Menyediakan dana khusus bagi pendidikan kejuruan untuk
memenuhi kebutuhan individu.
3)
Penyusunan program pendidikan kejuruan yang responsive
terhadap usaha memenuhi kebutuhan pembangunan daerah dan nasional.
4)
Penggunaan pembiayaan berdasarkan prinsip efisiensi
dalam rangka pencapaian tujuan program, dan perencanaan evaluasi terhadap
kompetensi berbagai jenjang sumber tenaga (prinsip produktivitas).
2.6
Tujuan
pendidikan kejuruan dan implikasi pendidikan kewirausahaan
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Pasal
25 ayat 4 dinyatakan secara implisit bahwa lulusan (SMK) diharapkan dapat
memenuhi standar kompotensi lulusan yang mencerminkan kemampuan lulusan dalam
hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara aktif, interaktif, kreatif,
menantang, menyenangkan, dan mandiri sesuai dengan potensi diri, perkembangan
fisik, bakat dan minat, serta psikologis peserta didik.
Fakta
empirik menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK belum sesuai dengan
kebutuhan atau tuntutan para pemangku kepentingan (stakeholders). Para lulusan
cenderung sebagai “pencari kerja” dan belum banyak yang mampu bekerja “mandiri”
untuk mengimpelemtasikan dan mengembangkan keterampilannya (survive skills). Di
sisi lain, masih rendahnya etos kerja lulusan SMK dalam hal enterpreneurial
mindset.
Mengacu
pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan (Pasal 18, ayat 2). Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan
bentuk satuan pendidikan umum, sedangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
sebagai bentuk satuan pendidikan menengah kejuruan. Penyelenggaraan SMA
dimaksudkan untuk memberikan kompetensi akademik kepada peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sebaliknya, SMK lebih menekankan pada
penyiapan peserta didik untuk siap bekerja pada bidang tertentu.
Penyelenggaraan SMK juga memberikan kesempatan kepada peserta didik yang
memiliki persyaratan dan kemampuan untuk melanjutkan pendidikan vokasi,
profesi, maupun akademik (tujuan ganda). Namun demikian, pembelajaran SMK
dengan tujuan ganda tidaklah mudah untuk dilaksanakan secara seimbang akan
tetapi secara konseptual antara lain dapat diberikan melalui penguatan
penambahan materi IPA (matematika, fisika, dan biologi) serta bahasa Inggris
untuk membentuk kompetensi berpikir kritis dan analitis dan berekomunikasi
(soft skills).
Secara utuh, penyelenggaraan pendidikan
menengah kejuruan berfungsi untuk: 1) meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan
nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; 2) meningkatkan,
menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; 3)
membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan
kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; 4) meningkatkan
kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekpresikan keindahan, kehalusan,
dan harmoni; 5) menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk
kesehatan dan kebugaran jasmani maupun rohani; dan 6) meningkatkan kesiapan
fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi (PP No.17/2010).
Selanjutnya, tujuan penyelenggaraan
pendidikan menengah kejuruan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
insan yang: 1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan berkepribadian luhur; 2) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
3) sehat, mandiri, dan percaya diri; dan 4) toleran, peka sosial, demokratis,
dan bertanggung jawab (PP No.17/2010).
Dalam mempersiapkan lulusan SMK, pemberian
materi di SMK lebih menekankan pada penguasaan keterampilan tertentu agar lebih
siap bekerja dibidang tertentu. Dengan kata lain, bagi lulusan SMK lebih
dipersiapkan untuk menguasai keterampilan tertentu di bidang vokasi. Hal ini
dapat dimaknai bahwa lulusan SMK lebih dipersiapkan untuk bekerja dan/atau
hidup mandiri di masyarakat. Hal ini sejalan dengan UUD Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap Warga Negara Indonesia
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
Pada waktu Prof. Dr. Ing Wardiman
Joyonegoro sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa penerapan konsep
keterkaitan dan kesepadanan (link and match) atau lebih dikenal dengan
pendidikan sistem ganda (PSG) merupakan awal dari reformasi pendidikan
kejuruan. Pola pendidikan kejuruan seperti ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat dan DUDI. Pendidikan kejuruan model ini lebih menekankan
pada penguasaan kompetensi (hard and soft skills) untuk melakukan suatu pekerjaan
tertentu sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja. Penyempurnaan
penyelenggaraan sekolah kejuruan secara terus-menerus dilakukan seiring dengan
perkembangan IPTEKS, yaitu antara lain melalui pengembangan kurikulum berbasis
kompetensi, di mana pencapaian kompetensi bagi para lulusannya dapat dibuktikan
dengan uji sertifikasi. Pada saat ini Kementer ian Pendidikan dan Kebudayaan
mengembangkan dan mengimplementasikan konsep kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). Dengan KTSP ini diharapkan setiap satuan pendidikan dapat menyesuaikan
program pendidikannya sesuai kebutuhan dan potensi sekolah/ daerah
masing-masing dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP). Di
samping itu, untuk membentuk kepribadian yang tangguh, telah diimplementasikan
pendidikan karakter bangsa (nat ion character building) dan pendidikan kewirausahaan
sebagai wujud dari konsep ekonomi kreatif.
Implikasi pendidikan kewirausahaan di SMK
pada hakikatnya telah dioperasionalisasikan atau dijabaran dalam
kegiatan/program di SMK dan dari masa ke masa telah mengalami perubahan.
Semenjak diimplementasikannya program “unit produksi” pada program
studi/program keahlian telah menunjukkan bahwa peserta didik dikondisikan untuk
lebih menguasai kompetensi dalam suatu pekerjaan tertentu dan sikap mandiri
untuk bekerja.
Sebagai contoh, pengembangan fasilitas di
SMK program studi/keahlian Pariwisata / Sekretaris / manajemen, sekolah
dilengkapi dengan “hotel mini” dengan berbagai fasilitas yang tersedia sesuai
dengan kemampuan sekolah yang bersangkutan. Fasilitas tersebut dipergunakan
sebagai wahana peserta didik bekerja dalam suasana yang sebenarnya. Fasilitas
tersebut juga diberikan kepada masyarakat/publik yang memerlukannya. Di samping
itu, tersedia pula fasilitas pelayanan publik lainnya seperti: penjualan tiket (ticketing);
penjualan alat-alat tulis kantor (ATK); penjualan bahan-bahan untuk
keperluan siswa, termasuk foto copy.
Di bidang kerumahtanggaan, dikembangkan
berbagai jasa layanan di bidang boga dan busana (roti/patiseri, kedai
makanan dan minuman, penjualan busana dan jasa kecantikan. Di bidang teknologi,
misalnya lebih banyak lagi unit produksi yang diberikan kepada masyarakat umum,
antara lain
seperti bidang otomotif (service otomotifve), perkayuan (furniture dan
mebeller), permesinan untuk produksi mur dan baut dengan menggunakan
mesin CNC, dan di bidang teknologi pertanian dengan berbagai jasa kerja
sama dengan pihak DUDI.
Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan
pada akhir-akhir ini oleh pihak Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
telah merencanakan kebijakan, yaitu dalam bentuk program sasaran strategis SMK
untuk mempersiapkan para lulusannya siap bekerja melalui layanan pembinaan
pengembangan kewirausahaan. Upaya dimaksud, antara lain berupa: 1) penyediaan
sistem pembelajaran sesuai dengan SNP; 2) penyediaan dan peningkatan saran dan
prasarana pendidikan SMK berkualitas yang merata di seluruh provinsi,
kabupaten, dan kota; 3) penyediaan bantuan pendanaan untuk meningkatkan
keterjangkauan layanan SMK berkualitas yang merata di seluruh provinsi,
kabupaten, dan kota; 4) penguatan sistem tata kelola di SMK, Direktorat
Pembinaan SMK, dan institusi Pembina SMK lainnya (Direktorat Pembinaan SMK,
2010).
Khususnya untuk mendukung program ekonomi
kreatif, pada tahun 2010-2014 telah ditetapkan pengembangan kegiatan ekonomi
berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk
menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, perlu merumuskan
kebijakan pengintegrasian aspek yang menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif,
dan wirausaha dalam pembelajaran di SMK antara lain melalui: 1) mengkaji dan
merevisi kurikulum SMK agar lebih berorientasi pada pembentukan kreativitas dan
kewirausahaan pada peserta didik sedini mungkin; 2) meningkatkan kualitas SMK
yang mendukung penciptaan kreativitas dan kewirausahaan peserta didik; 3)
menciptakan akses pertukaran informasi dan pengetahuan ekonomi kreatif
antarpenyeleggara pendidikan; 4) meningkatkan jumlah dan perbaikan kualitas SMK
yang mendukung penciptaan insan kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif; 5)
menciptakan keterhubungan dan keterpaduan antarlulusan SMK yang terkait dengan
kebutuhan pengembangan ekonomi kreatif; 6) mendorong para wirausahawan sukses
untuk berbagi pengalaman dan keahlian di SMK dalam pengembangan ekonomi
kreatif; dan 7) memfasilitasi pengembangan jejaring dan mendorong kerja sama
antarinsan kreatif Indonesia di dalam dan di luar negeri (Direktorat Pembinaan SMK,
2010). Namun demikian, hal tersebut perlu ditangani secara serius dan sebagai
bentuk program prioritas dalam jangka waktu tertentu dan dilakukan monitoring
dan evaluasi secara bertahap dan berkesinambungan. Selain itu, perlu juga
segera disusun pola/mekanisme kemitraan atau kerja sama yang saling
mnguntungkan bagi SMK dan DUDI.
2.7
Peran pendidikan
kejuruan dalam menyiapkan lulusan berjiwa wirausaha
Perguruan
tinggi bidang kejuruan merupakan pencetak lulusan dengan berbekal ketrampilan khusus
dan siap masuk ke dalam pasar kerja. Perguruan tinggi bidang kejuruan adalah
tempat terbaik untuk melaksanakan pembangunan SDM, dan
perguruan tinggi bidang kejuruan mempunyai
kurikulum berbasis kompetensi yang khusus untuk mempersiapkan menjadi lulusan yang memiliki keahlian sesuai dengan bidang tertentu serta dapat bersaing dalam pasar kerja. Fakta lapangan yang dijumpai adalah bertambahnya pengangguran oleh para lulusan perguruan tinggi, dan resisten lulusan menciptakan lapangan pekerjaan melalui wirausaha, setidaknya terdapat tiga hal yang menghambat minat lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha adalah : pertama, persoalan mindset (pola pikir), karena banyak lulusan perguruan tinggi yang masih berpikir sebagai pencari kerja bukan mencipta lapangan kerja. Kedua, persoalan kurikulum kewirausahaan yang belum memadai secara kuantitas dan kualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari kurangnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan pembelajaran kewirausahaan, jika ada kurikulumnya belum terintegrasi dengan baik. Ketiga, kurangnya kesungguhan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menciptakan inkubator baru pewirausaha dari kalangan mahasiswa (Motik, 2007).
kurikulum berbasis kompetensi yang khusus untuk mempersiapkan menjadi lulusan yang memiliki keahlian sesuai dengan bidang tertentu serta dapat bersaing dalam pasar kerja. Fakta lapangan yang dijumpai adalah bertambahnya pengangguran oleh para lulusan perguruan tinggi, dan resisten lulusan menciptakan lapangan pekerjaan melalui wirausaha, setidaknya terdapat tiga hal yang menghambat minat lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha adalah : pertama, persoalan mindset (pola pikir), karena banyak lulusan perguruan tinggi yang masih berpikir sebagai pencari kerja bukan mencipta lapangan kerja. Kedua, persoalan kurikulum kewirausahaan yang belum memadai secara kuantitas dan kualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari kurangnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan pembelajaran kewirausahaan, jika ada kurikulumnya belum terintegrasi dengan baik. Ketiga, kurangnya kesungguhan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menciptakan inkubator baru pewirausaha dari kalangan mahasiswa (Motik, 2007).
Wirausahawan sejati
memiliki daya kreatif-inovatif, mereka adalah pencari peluang sepanjang masa,
berani mengambil resiko yang terukur dan percaya bahwa pelayanan pelanggan
adalah kunci keberhasilan. Pada tingkat perguruan tinggi, jika seorang pendidik
menginginkan tumbuhnya sikap wirausaha pada peserta didiknya, seharusnya
pendidik mengetahui bakat, keinginan, nilai serta menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk menumbuhkan sikap wirausaha mahasiswa. Mencetak wirausahawan di
perguruan tinggi bidang kejuruan lebih mudah daripada universitas. Di perguruan
tinggi bidang kejuruan, kurikulum yang disusun memberikan kompetensi kepada
mahasiswa berupa ketrampilan khusus disertai dengan pendidikan wirausaha yang siap
diaplikasikan dalam praktek wirausaha setelah lulus nanti. Para wirausahawan
memiliki kemampuankemampuan tertentu yang dituangkan dalam sikap
kepribadiannya.
Menurut Meredith
(2000), bahwa harta terbesar untuk mempertahankan kemampuan wirausaha adalah
sikap positif, di samping itu tekad, pengalaman, ketekunan dan bekerja keras adalah
syarat untuk menjadi wirausahawan yang berhasil. Wirausahawan yang berhasil
adalah mereka yang menikmati pekerjaannya dan berdedikasi total terhadap
apa yang mereka lakukan. Sikap mental positif inilah
yang mengubah pekerjaan menjasi menyenangka, menarik dan member kepuasan,
sehingga memberikan sumbangan besar dalam mencapai prestasi yang besar
(Murniati, 2008).
Lebih lanjut Meredith (2000) menyatakan bahwa factor-faktor yang
dapat mengembangkan
sikap mental positif adalah :
sikap mental positif adalah :
2.
Menggunakan pikiran
secara produktif
3.
Menjauhi
pikiran dan ide-ide negative
4.
Memilih
sasaran yang positif
5.
Berani
mengembangkan ide-ide dan sasaran yang positif
6.
Percaya
diri atas kemampuan sendiri dan selalu berusaha meningkatkan kemampuan diri
7.
Hilangkan
beban mental dan berorientasi pada tindakan-tindakan positif
Menurut Inkeles dan
Smith (1974) yang
dikutip dalam jurnal “Peran Pendidikan Kejuruan Dalam Menyiapkan Lulusan Berjiwa
Wirausaha” karangan Henny N. Tambingon, sikap
wirausahawan tercermin dalam cirri-ciri manusia modern yang berkualitas seperti
:
1. Terbuka
terhadap pengalaman baru
2. Selalu
membaca perubahan sosial
3. Lebih
realistis terhadap fakta dan pendapat
4.
Berorientasi pada masa depan
5.
Berencana
6. Percaya
diri
7. Memiliki
aspirasi
8.
Berpendidikan dan mempunyai keahlian
Seorang wirausaha
haruslah perspektif, mempunyai visi ke depan dan apa yang hendak ia lakukan,
apa yang ingin dicapai. Faktor usaha yang didirikan bukan
untuk sementara waktu tetapi
untuk selamanya, oleh sebab itu factor kontinuitas
dan orientasi ke masa depan harus dijaga agar pandangan tetap diarahkan ke masa
depan. Untuk menghadapi tantangan ke depan seorang
wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakannya.
wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakannya.
Ada tujuh ciri menurut
Fadel Muhammad (1992) yang
dikutip dalam jurnal “Peran
Pendidikan Kejuruan Dalam Menyiapkan Lulusan Berjiwa Wirausaha” karangan Henny N. Tambingon,
yang merupakan identitas yang melekat pada diri
seorang wirausaha yaitu :
Pertama,
Kepemimpinan. Ini adalah faktor kunci bagi seorang wirausaha. Dengan keunggulan
di bidang kepemimpinan, maka seorang wirausaha akan sangat memperhatikan
orientasi pada sasaran,
hubungan kerja/personal dan efektivitas. Pemimpin yang
berorientasi pada ketiga faktor tersebut,
senantiasa tampil hangat, mendorong pengembangan karier stafnya, disenangi bawahan, dan selalu ingat pada sasaran yang hendak dicapai.
senantiasa tampil hangat, mendorong pengembangan karier stafnya, disenangi bawahan, dan selalu ingat pada sasaran yang hendak dicapai.
Kedua, Inovasi. Inovasi
selalu membawa perkembangan dan perubahan ekonomi. Seorang wirausaha sebagai
inovator harus merasakan gerakan ekonomi di masyarakat, dan
persoalan-persoalan yang muncul dari gerakan ekonomi tersebut selalu
diantisipasinya dengan penggunaan inovasi.
Ketiga, Pengambilan Keputusan. Orang-orang yang dapat memecahkan masalah secara kreatif sadar bahwa itulah yang mendorong bekernya intuisi dan inisiatif seorang wirausaha yang seakan-akan memiliki indra keenam.
Ketiga, Pengambilan Keputusan. Orang-orang yang dapat memecahkan masalah secara kreatif sadar bahwa itulah yang mendorong bekernya intuisi dan inisiatif seorang wirausaha yang seakan-akan memiliki indra keenam.
Keempat, bersikap
tanggap Terhadap Perubahan. Sikap tanggap harus dimiliki oleh seorang wirausahawa
terhadap perubahan relative lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain. Setiap
perubahan oleh seorang wirausaha dianggap mengandung peluang yang merupakan
masukan dan rujukan terhadap pengambilan keputusan.
Kelima, Bekerja Ekonomis dan
Efisien. Seorang wirausaha melakukan kegiatannya dengan gaya yang smart
(cerdas, pintar dan bijak) dan bukan bergaya seperti mandor. Ia bekerja keras,
ekonomis dan efisien guna mencapai hasil maksimal.
Keenam, Visi Masa
depan. Visi ibarat benang merah yang tidak terlihat yang ditarik sejak awal keadaan
yang terakhir. Visi pada hakekatnya merupakan pencerminan komitmen-kompetensikonsistensi.
Ketujuh, Sikap
Terhadap Resiko. Seorang wirausaha adalah penentu resiko dan bukan sebagai penanggung
resiko.
Selama beberapa tahun
terakhir ini di Sulawesi Utara minat untuk menjadi PNS lebih besar daripada
berwirausaha. Hal ini terjadi karena kurangnya keahlian atau ketrampilan yang
dimiliki lulusan sehingga tidak berminat untuk menciptakan lapangan kerja. Lulusan
pendidikan kejuruan dari perguruan tinggi mungkin tidak akan ada yang menjadi
pengangguran, karena dengan berbekal ketrampilan dan keahlian yang dimilikinya
selama studi dia dapat menciptakan lapangan kerja minimal untuk
dirinya sendiri melalui wirausaha.
Potensi wirausaha yang dapat dirintis oleh lulusan perguruan tinggi
khusus bidang pendidikan dan kejuruan, seperti jurusan PKK lebih khusus dalam
bidang tata boga. Selama masa pendidikan mahasiswa telah diberikan sederet
matakuliah kejuruan seperti catering, pembuatan roti dan kue-kue, café/kantin.
Matakuliah ini selepas lulus dari perguruan tinggi, maka seorang lulusan dapat
mengembangkan hasil yang dia peroleh dalam mata kuliah untuk dialihkan menjadi peluang berwirausaha. Semua potensi wirausaha yang dikemukakan di atas adalah ilmu yang diperolehnya selama studi di jurusan PKK.
mengembangkan hasil yang dia peroleh dalam mata kuliah untuk dialihkan menjadi peluang berwirausaha. Semua potensi wirausaha yang dikemukakan di atas adalah ilmu yang diperolehnya selama studi di jurusan PKK.
Seorang wirausaha memiliki sikap dan prilaku tertentu yang
teridentifikasi, diantaranya :
1.Yakin
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2.Memiliki
perilaku mandiri dan optomis terhadap usaha yang dilakukan
3.Menganggap
prestasi adalah bagian dari hidup, tekad kerja keras, penuh inisiatif, dan
energik
4.Berani
mengambil resiko yang diperhitungkan
5.Dapat
bergaul dengan orang lain dan tanggap terhadap saran dan kritik
6.Mengetahui
banyak tentang bidang usaha dan inovatif
7.Berpandangan
ke depan
2.8 Cara
pemberdayaan masyarakat dan DUDI akibat dari pendidikan kejuruan
Dari tahun ke tahun
kontribusi DUDI dalam pengembangan pendidikan kejuruan masih rendah (Direktorat
Pembinaan SMK, 2010). Hal ini lebih disebabkan belum adanya pola kemitraan
antara dunia pendidikan dengan DUDI dan masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa
pendidikan kejuruan tidak dapat berdiri sendiri dan lepas dari keterkaitan
dengan DUDI. Meskipun demikian, telah mulai dirasakan hasil kemitraan SMK dengan
DUDI sepuluh tahun terakhir ini, antara lain seperti perakitan komputer
(laptop) merek “Zyrex” di beberapa lokasi SMK. Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
1 Cibinong dengan beragam komponen mikroskop hingga otomotif, dan akhir-akhir
ini adanya produk mobil “esemka” di Solo Surakarta, serta perakitan pesawat
terbang oleh Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 29 Jakarta. Hal ini menunjukkan
adanya hasil nyata bahwa spirit SMK melalui jargon atau motto “Bersama SMK
Bisa” mulai menjadi kenyataan.
Untuk menciptakan
hubungan yang dapat menimbulkan mutual simbiosis, mutual understanding,
dan mutual benefit dan/atau sinergitas jejaring kerja,
Direktorat Pembinaan SMK telah merumuskan kebijakan strategis, yaitu: 1)
pembentukan sistem yang mengatur kemitraan strategis dengan DUDI untuk
meningkatkan relevansi lulusan SMK dengan kebutuhan DUDI; 2) optimalisasi
pemanfaatan dana CSR (Coorporate Social Responsibility) dari perusahaan multy
national cooperation untuk peningkatan dan pengembangan bidang pendidikan; 3)
pembentukan sistem yang mengatur kemitraan sinergis dengan organisasi
kemasyarakatan (misalnya dengan organisasi profesi dalam merumuskan sertifikasi
profesi); 4) membangun mekanisme kemitraan antara Direktorat Pembinaan SMK
dengan pelaku usaha untuk mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas; 5) mendorong pihak swasta untuk membangun lembaga pendidikan dan
pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan SDM; dan 6) pemanfaatan
potensi yang ada di masyarakat dan di DUDI untuk peningkatan kualitas
pendidikan pada SMK (Direktorat Pembinaan SMK, 2010). Sekalipun demikian, tanpa
adanya rambu-rambu atau pedoman pola kerja sama yang disepakati bersama antara
SMK dengan DUDI akan menjadi salah satu kendala dalam membangun jejaring kerja,
khususnya untuk melaksanakan pendidikan kewirausahaan.
Dalam upaya menciptakan
sumber daya manusia (SDM) yang mampu berdaya saing pada tingkat regional, nasional,
dan bahkan internasional (global) serta relevan dengan kebutuhan masyarakat, sistem
pendidikan SMK secara minimal mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP)
sesuai dengan PP Nomor 19/2005. SNP merupakan kriteria minimal tentang sistim
pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI. Melalui SNP diharapkan
penyelenggaraan pendidikan SMK dapat terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai
dengan perubahan kehidupan regional, nasional, dan global, sehingga mutu pendidikan SMK dapat terjamin. Setiap
SMK dapat mengembangkan pendidikan dan pembelajarannya secara lebih optimal sesuai
dengan karakteristik dan kekhasan program keahlian. Dengan kata lain, setiap SMK
diberi keleluasaan untuk mengoptimalkan pembelajaran peserta didiknya sesuai
dengan bakat dan minat, karakteristik sekolah, potensi daerah, dan kekhasan
program keahlian yang tidak harus sama dengan SMK di daerah lain.
Namun demikian,
penyelenggaraan SMK sudah menjadi keniscayaan untuk dilaksanakan dengan pendekatan
filosofi link and match (keterkaitan dan kesepadanan) antara apa yang diajarkan
di sekolah dan apa yang diajarkan di masyarakat dan di DUDI sekalipun hal ini
memerlukan waktu dan pranata yang terus dikembangkan dan diperbaiiki secara
bertahap dan berkesinambungan, terutama dalam hal pola/mekanisme kemitraannya. Hal
tersebut sejalan dengan kebijakan Mendikbud M. Nuh, dengan istilah “pisau segitiga”
dimana dalam operasionalisasi penyelenggaraan pendidikan (termasuk SMK) dirasa
perlu melakukan sharing (berbagi) sarana prasarana pembelajaran (termasuk
TIK), tenaga pendidik, dan kolaborasi pengelolaan antara pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat profesi dengan DUDI (Rembuknas,
2012). Agar lulusan SMK memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan DUDI maka partisipasi dunia usaha dan dunia industri (DUDI)
terhadap penyelenggaraan SMK sudah menjadi keniscayaan dan tidak dapat
diabaikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Pendidikan
kejuruan merupakan program pendidikan yang mempersiapkan orang-orang untuk
memasuki dunia kerja, baik yang bersifat formal maupun nonformal.
2.
Pendidikan Kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikkan
dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang
dipandang sebagia latihan keterampilan.
3.
Kewirausahaan
adalah kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (kreatif
dan inovatif).
4.
Seorang
wirausaha harus memiliki sifat seperti berikut : a) percaya diri, b)
berorientasi tugas dan hasil, c) pengambil resiko, d) kepepimpinan, e)
keorisinilan, f) berorientasi ke masa depan.
5.
Pengembangan
strategi manajemen sekolah yang mengandung muatan entrepreneurial adalah citra
sekolah yang terkesan maju dan bermutu, serta pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya memperoleh tingkat kesejahteraan dan keuntungan finansial yang mencukupi.
6.
Program pendidikan kejuruan hendaknya realistic dan
berkaitan dengan pasaran kerja (teknik, industry, ekonomi, manajemen, dan
sebagainya).
7.
Terdapat
tiga hal yang menghambat minat lulusan perguruan tinggi untuk berwirausaha
adalah : pertama, persoalan mindset
(pola pikir). Kedua, persoalan kurikulum kewirausahaan yang belum memadai secara
kuantitas dan kualitas. Ketiga, kurangnya
kesungguhan dari pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menciptakan
inkubator baru pewirausaha dari kalangan mahasiswa.
8.
SMK dapat
mengembangkan pendidikan dan pembelajarannya secara lebih optimal sesuai dengan
karakteristik dan kekhasan program keahlian.
3.2 SARAN
1.
Agar
lulusan SMK memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
DUDI maka partisipasi dunia usaha dan dunia industri (DUDI) terhadap
penyelenggaraan SMK sudah menjadi keniscayaan dan tidak dapat diabaikan.
2.
setiap SMK
diberi keleluasaan untuk mengoptimalkan pembelajaran peserta didiknya sesuai
dengan bakat dan minat, karakteristik sekolah, potensi daerah, dan kekhasan
program keahlian yang tidak harus sama dengan SMK di daerah lain.
3.
Untuk
menghadapi tantangan ke depan seorang
wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakannya.
wirausaha akan menyusun perencanaan dan strategi yang matang, agar jelas langkah-langkah yang akan dilaksanakannya.
4.
Seorang kepala sekolah
yang berjiwa kewirausahaan adalah mereka yang memiliki keberanian, berjiwa
kepahlawanan dan mengembangkan cara-cara kerja yang mandiri.
5. Perlu
juga segera disusun pola/mekanisme kemitraan atau kerja sama yang saling
mnguntungkan bagi SMK dan DUDI.
DAFTAR RUJUKAN
Departemen
Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas,
Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah
Nomor:19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas,
Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Peraturan Pemerintah
Nomor: 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan, Kemdiknas, Jakarta.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. 2010. Kebijakan
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Kemdiknas, Jakarta.
Hamalik, Oemar.
1990. Pendidikan Tenaga Kerja Nasional:
Kejuruan, Kewiraswastaan dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Henny, N. Tambingon. Peran
Pendidikan Kejuruan Dalam Menyiapkan Lulusan Berjiwa
Wirausaha. Seminar
Internasional, ISSN 1907-2066.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Rembuk Nasional
Pendidikan dan Kebudayaan, Kemdikbud, Jakarta.
Meredith G.M., 2000. Kewirausahaan
: Teori dan Praktek. Jakarta PT.Pustaka Binamandiri Pressindo.
Murniati D.E., 2008. Mempersiapkan
young Entrepreneurs Terdidik dan Trampil Melalui
Pendidikan Bisnis. Prosiding Proseding Seminar Internasional Optimasi Pendidikan Kejuruan dalam Pembangunan
SDM Nasional. Padang.
Motik, SS. 2007. Penyebab
Kegagalan Pendidikan Kewirausahaan.
Soemanto, Wasty. 1984. Pendidikan Wiraswasta. Jakarta:
Bumi Aksara .
Suryana. (2003). Kewirausahaan : Pedoman Praktis, Kiat,
Dan Proses Menuju Sukses. Edisi Revisi. Jakarta
: Salemba Empat.
Tim Dosen Administrasi pendidikan UPI. 2008. Manajemen
Pendidikan Kejuruan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Tirtarahardja,
Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar